Selasa, 24 Juli 2012

Perjalanan Menuju Tsunami I

Masjid Jami Banda Aceh
Judul di atas 100% adalah judul yang mustahil, bagaimana mungkin menuju tsunami (dalam arti kata "tsunami" adalah bencana alam) siapa sih..yang mau ke bencana...yang benar aja, tetapi akan bermakna benar kalau tsunami dimaksud nama tempat atau nama daerah tertentu.

Saya tidak seratus persen membohongi anda dalam tulisan ini, perjalanan yang akan saya ceritakan ini masih ada hubungannya dengan tsunami (arti sbg bencana) juga masih berhubungan dengan tempat yang mengalami dampak terhebat dari tsunami di abad ini yang terjadi diakhir tahun 2004, tepatnya Nangroe Aceh Darussalam.

Kebetulan perjalanan ini terlebih dimulai dari Medan setelah menempuh perjalanan udara dari Jakarta, sesuai dengan petunjuk teman saya yang mengundang perjalanan berikutnya dilanjutkan dengan bus menuju kota Peureulak di Aceh Timur, rute perjalanan ini ditempuh dengan alasan letak daerah yang akan saya kunjungi lebih dekat dengan Medan dibandingkan dari Banda Aceh.

Sekuat hati untuk bisa bersikap tenang tetapi masih ada juga gentar dihati untuk terus melanjutkan perjalanan. Surat kabar harian yang terbit di kota-kota berbatasan langsung dengan Aceh menjadikan kerusuhan menjelang PILKADA ACEH sebagai headline, berita pembakaran mobil, penembak gelap baru saja terjadi beberapa hari yang lalu menjadi gambaran real seperti apa perjalanan ini nantinya.

Secara administratif  Peureulak adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia. Daerah ini adalah diperkirakan dahulu merupakan daerah pusat Kesultanan Perlak, salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia. dari kota Medan menuju Peureulak ditempuh dengan lama perjalanan kurang lebih 4 jam dan dengan tarif berkisar Rp 50.000,-. ada banyak bus yang melayani rute ini diantaranya bus Kurnia, Anugerah, Pusaka, PMTOH dan Pelangi. Bus-bus sebenarnya melayani Medan menuju Aceh.

Setelah turun dari pesawat di bandara Polonia Medan saya mendapatkan beberapa teman untuk bersama-sama menuju pangkalan bus terdekat, karena kami tidak menuju terminal, tetapi langsung menuju pangkalan bus masing-masing perusahaan penyedia jas bus. Bus dijadwalkan berangkat jam 09.00 ada sedikit waktu untuk sarapan pagi dan berbincang dengan teman kenalan baru.

Semenjak di jakarta saya sudah bersumpah untuk tidak minum kopi sebelum menyeduh kopi tarik aceh, rupanya bau segar kopi diwarung samping pangkalan bus pelangi tidak dapat saya tahan, secangkir kopi segera datang setelah dipesan. Kopi Medan panas, kapan lagi bisa ngopi di Medan...pagi ini terasa bermakna tapi sayang kondektur bus daari tadi sudah memanggil melalui corong spekear yang bunyi seperti menjerit.

Sepanjang perjalanan musik Malaysia lawas akrap terdengar, seperti IKLIM, SALEEM, Amy Search, Exist, mendayu-dayu mengantarkan ingatan kita ke tahun 90 an, ketika Indonesia dibanjiri lagu-lagu dari artis Malaysia. namun secara tiba-tiba setelah memassuki wilayah aceh lagu-lagu malaysia serta mmert dihentikaan digantikan dengan lagu-lagu berbahasa Aceh, sayangnya perbendaharaan kata bahas aceh yang saya miliki hanya satu dua kata, berusaha mengerti apa yang dinyayikan adalah hal yang mustahil.

Tetapi sekilas dari irama musik yang dimainkan dan tekanan-tekanan syair secara gamplang kita bisa menebak bahwa lagu ini adalah menceritakan perjuangan rakyat aceh, dari kisah kerajaan Aceh yang termasyur jaman hingga semangat kemerdekaan yang saat ini masih ada.

Teman disampingku dari turun pesawat sudah gundah gulana, keinginannya untuk sampai ke tanah kelahirannya sudah tak tertahankan, bukan tanpa alasan. kepergiannya merantau dan tidak memutuskan pulang kampung pada hari lebaran lalu ternyata membuat penyesalan seumur hidupnya. Maksud hati ingin sekaligus memperkenalkan istri dan cucu kepada ibundanya untuk pertamakalinya ternyata tak tersampaikan, ibunya yang selama ini menjadi tujuan kebahagiannya telah berpulang kerahmattullah beberapa hari yang lalu. 

Di Langsa kami berpisah, Peureulak masih lama, ingin menggali informasi tentang daerah-daerah yang saya lewati saya mencoba berkomunikasi dengan sesama penumpang bus, dan inilah keadaanya. respon mereka terhadap pendatang sangat dingin, walau beberapa kali mencoba menghangatkan suasana tetap mereka lebbih asik berbica dengan bahasa daerahnya sendiri.

Penomena sosial ini sangat membuat penasaran, biasanya diamana saja terutama di pulau Jawa mereka sangat merespon pembicaraan. apalagi saat berkenalan bahwa saya dari Kalimantan dengan semangat mereka berusaha tahu tentang kalimantan minimal mereka mengingat-ingat sanak saudaranya yang ada di Kalimantan, tetapi berbeda dengan di sini, sepertinya mereka sangat tertutup, mungkin trauma psikologis akibat gejolak selama ini.

Peureulak mulai nampak, ini terlihat dari alamat-alamat beberapa kantor yang tertulis di papan nama, saya putuskan singgah di depan Markas Brimod Peureulak dari sini rumah teman saya tidak beberapa jauh, ternyata teman saya memutuskan menyembut saya  dengan sepeda motor.

Sekalai lagi saya berharap dapat mencicipi kopi tarik khas aceh, ternyata pesanan pertama adalah telor ayam kampung setengah matang, untuk mengembalikan stamina kata teman saya, besok sudah harus hadir pukul 8 pagi dipertemuan. (lanjut ke Perjalanan Menuju Tsunami 2)

2 komentar:

  1. pasti seru sekali perjalanannya

    BalasHapus
  2. Dari Jakarta turun di Bandara Polonia Medan ya, bagaimana jika turun dari Bandara Kuala Namu Internasional? Naik BUS apa ya dari situ?

    BalasHapus